Batik Bekasi, Upaya Ingin Lebih Dikenal Masyarakat Bekasi Sendiri

Kamis, 19 Januari 2017

Batik Bekasi

Kota Bekasi terletak di Provinsi Jawa Barat. Jika dilihat dari letak geografisnya Bekasi termasuk wilayah pesisir. 

Kota Bekasi memang tak bisa lepas dengan pengaruh Kebudayaan Betawi ditambah unsur-unsur kebudayaan lain dari kaum pendatang yang ikut meramaikan dinamika kehidupan serta kebudayaan Bekasi. 

Banyak masyarakat Indonesia yang belum mengetahui bahwa Kota Bekasi memiliki kebudayaan khas berupa kain batik. 

Mencermati Bekasi berarti harus menengok ke 2 budaya sekaligus yaitu Betawi dan Sunda. Betawi Bekasi yang akar budayanya juga berasal dari Betawi Jakarta, memiliki kekhasan tersendiri dan berbeda dengan Betawi Jakarta. 

Bekasi berada di pinggiran Jakarta dengan kondisi geografi dan demografi yang berbeda dengan Jakarta. Budaya Bekasi memiliki kekentalan budaya Betawi dan pengaruh budaya Sunda, membuat budaya Bekasi khas dan unik.

Batik dengan motif dan corak khas Bekasi ini diberi nama batik Tarawang. Keberadaan Batik Tarawang ini didasarkan pada sejarah Batik Indonesia yang tercatat pada masa kolonial. 

Batik ini juga pernah di ikut sertakan dalam pameran Batik Jawa, yang diadakan pada tahun 1892 di Amsterdam, Belanda. Hal ini tentunya menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Bekasi. 

Dan dengan adanya batik Tarawang ini, sekaligus dapat menjadi identitas budaya bagi masyarakat Bekasi.

Motif Batik Bekasi mulai berkembang lagi sejak tahun 2013. Sebagian besar batik yang dibuat adalah batik tulis. 

Motif-motif batik Bekasi sesuai dengan lokasinya yang berdekatan dengan Betawi, memiliki motif seperti motif buah kecapi buah khas betawi, motif ondel-ondel dan hiasan pesta khas betawi. 

Adapula motif si Pitung, yakni pendekar Betawi yang sangat terkenal dan motif keluarga betawi beserta kehidupan kesehariannya. Motif tersebut mengangkat kebudayaan masyarakat Betawi dengan harapan dapat melestarikan budaya dan kearifan lokal daerah setempat ke masyarakat luas.

Motif-motif Batik Bekasi juga banyak terinspirasi dari kesenian Betawi, seperti Ondel-ondel, tanjidor dan sebagainya. 

Kota Bekasi dikenal juga sebagai Kota patriot, kota yang pernah mengalami peristiwa heroik pertempuran untuk mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia. 

Unsur yang bisa dipakai antara lain bambu runcing, bendera merah putih dan bunga melati yang melambangkan pahlawan-pahlawan dari Bekasi yang gugur di medan pertempuran. 

Atau bisa juga ditambahkan motif bunga Seroja sebagai penghormatan pada eks pejuang pembebasan Timor Timur era tahun 1970-an yang sekarang bertempat tinggal di daerah Seroja Bekasi. 

Dulu Bekasi dikenal sebagai daerah yang subur dan sangat bagus penataan irigasinya hingga pernah dicatat sebagai sentra lumbung beras/padi, sayang sekali era industrialisasi telah membuat sedikit demi sedikit lahan pertanian habis. 

Unsur yang bisa diterapkan yaitu air, padi dan hamparan sawah bisa dijadikan inspirasi batik khas bekasi. 

Di Bekasi banyak tempat atau kampung yang didahului dengan nama Rawa seperti Rawa Tembaga, Rawa Bugel, Rawa Kalong, Rawa Bebek dan sebagainya. 

Bisa saja unsur rawa-rawa, air, rumput, bebek, kalong/kelelawar di masukkan dalam motif batik khas Bekasi. 

Sayur Pucung Ikan Gabus, buah kecapi, buah rambutan, buah sukun, kue clorot/kue akar kelapa, dodol cina merupakan beberapa kuliner khas Bekasi. 

Warna Ungu bisa juga dimasukkan dalam Motif batik Khas Bekasi, mengacu pada nama satu tempat di Bekasi yang bernama Pondok Ungu.

Pemerintah Bekasi mematenkan pakem dari motif Batik Bekasi ini. Untuk corak batik yang ditetapkan menjadi pakem motif Bekasi terdiri dari lima motif. 

Motif tersebut yakni corak flora, fauna, sejarah, budaya dan batik terang. Untuk batik bercorak flora antara lain, bambu, buah kecapi dan teratai. 

Corak fauna diwakili oleh ikan gabus, ikan sepat dan ikan betik. Sedangkan corak sejarah antara lain, gedung Juang Tambun, monumen perjuangan, kali Bekasi, bendo (senjata), dan bambu runcing. 

Corak budaya antara lain tari topeng, dandang (panci), legenda rawa tembaga, permainan anak, seperti benteng dan dampu serta tanjidor. Terakhir adalah batik terang atau warna yaitu hijau lumut, hijau daun dan merah tanah.

Batik Bekasi juga bisa dikembangkan dengan membuat motif yang terinspirasi dari situs bersejarah yaitu Kali Bekasi yang diyakini dibuat oleh kerajaan Tarumanegara, menjadi jalur transportasi perdagangan penting dan berfungsi mengatasi banjir pada waktu itu. 

Gedung Juang, terletak di Jalan Diponegoro, Tambun Selatan, pernah menjadi persinggahan para pejuang ketika Revolusi berkecamuk. Gedong Papak, terletak di Jalan Djuanda dan merupakan kantor pemerintahan pertama Kota Bekasi.

Tugu Resolusi, berada di alun-alun Bekasi, pernah menjadi tempat rapat akbar saat Revolusi dan dipimpin langsung oleh KH Noer Ali. Dan Monumen Tugu, berada di Jalan Agus Salim, dihiasi mortir pertanda bahwa pernah ada pertempuran hebat pada massa penjajahan.

Motif Batik Bekasi tampil dengan keunikan yang berasal dari kekayaan budaya Bekasi. Corak yang khas yang tak dimiliki oleh daerah lain ditambah dengan warna-warna cerahnya memberikan nilai tersendiri. 

Batik Bekasi tampil dengan motif-motif yang besar, gambar-gambar ikon yang jelas serta warna cerah menjadi pembeda dari batik daerah lainnya. 

Batik Bekasi akan dijadikan seragam wajib bagi Pegawai Negeri Sipil di kota bekasi. Akan dibuat 2 corak yang berbeda dari batik seragam untuk Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi. 

Diharapkan pula, Batik Bekasi akan digunakan di berbagai acara lainnya, seperti acara pernikahan, acara resmi, aktivitas kesenian, atau sekadar koleksi pecinta batik. 

Corak batik yang baru dan berciri khas Bekasi akan menambah koleksi corak batik nasional.

Selama ini Batik Bekasi kurang dikenal di publik. Bahkan banyak juga yang kaget jika Bekasi memiliki batik. Batik Bekasi bisa dijadikan identitas dan kebaggaan warga Bekasi. 

Apalagi Bekasi tengah membutuhkan identitas kedaerahan yang patut dibanggakan. Terdapat beberapa kendala dalam memperkenalkan Batik Bekasi ke khalayak umum. 

Sejumlah perajin batik rumahan di Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, berharap pemerintah setempat menyediakan sentra batik sebagai fasilitas memasarkan hasil produksi. 

Selama ini, pemasaran produk batik masih menjadi kendala sebagian perajin di Bekasi. Hasil produksi batik hanya dijual ke pasar tradisional dengan nilai keuntungan dan promisinya yang rendah.

https://fitinline.com/article/read/batik-bekasi/

BATIK BETAWI DENGAN MOTIF YANG KHAS

Kamis, 12 Januari 2017

Jual batik betawi


Dulu Daerah Tanah Abang ternyata pernah menjadi sentra produksi Batik Betawi. Meski sekarang sudah tidak ada warga Tanah Abang yang tahu bahwa di wilayahnya pernah ada produksi batik, sejarah mencatat kawasan Bendungan Hilir, Karet Tengsin, Kebon Kacang dan juga Palmerah  pernah memiliki home industry batik khas Betawi.

Waktu itu, menurut catatan Suwarti Kartiwa, penulis buku Batik Betawi: Dalam Proses Kreatif , Batik Betawi diproduksi di rumah-rumah penduduk. 

Memang yang membuat batik bukan penduduk asli Betawi, tetapi para pendatang dari daerah-daerah penghasil batik di Jawa Tengah, Jawa Timur dan pesisir barat Jawa Barat, tapi karena mereka telah menjadi Orang Batavia, ya produk mereka jelaslah bisa disebut sebagai produk yang khas Batavia atau Betawi. Apalagi motif  dan warnanya juga sangat berbeda dari produk batik Jawa pada umumnya.


H. Sanusi Saleh membenarkan, sampai tahun 1980-an masih banyak keluarga keturunan Tionghoa yang membuat batik di Karet Tengsin, Pejompongan, Bendungan Hilir dan Kebon Kacang. 

Salah satunya adalah mertuanya Ting Bun.“Mereka juga punya pabrik di Palmerah, sampai sekarang kuali besar berisi zat pewarna untuk cantingan masih ada di Palmerah,” katanya.

Istri pertama Bang Uci–panggilan akrab H. Sanusi Saleh–Eng Yan, aktif juga dalam bisnis tersebut.Dengan menjual batik produksi mereka ke Pusar Grosir Tanah Abang yang waktu itu disebut Pasar Gedong, atau sebaliknya membeli bahan kain untuk diproduksi menjadi batik.

Tapi tahun 1980-an semua industry rumahan Batik Betawi bangkrut, kata Bang Uci. Dia tidak tahu penyebabnya, tapi kata Emma Amalia Agus Bisri (80), industri Batik Betawi rontok karena bermunculannya batik cap atau produk tekstil berbahan batik. 

Batik yang dibuat dengan mesin ini langsung membuat daya saing batik tulis yang dibuat dengan tangan, ambruk. 

Harga tanah yang melambung tinggi di segitiga emas Kuningan tersebut juga membuat usaha pembuatan batik ditinggalkan banyak keluarga Tionghoa, mereka tak tahan godaan uang miliaran rupiah dari para pengusaha properti yang ingin membangun apartemen atau mall di atas tanah mereka, maka satu per satu usaha pabrik Batik Betawi tutup digantikan bangunan komersial yang menjulang tinggi.
Penyebab lainnya, kata Emma, yang merupakan kolektor  batik dan aktivis pelestarian Kebudayaan Betawi, adalah meningkatnya kepedulian terhadap lingkungan. 

"Pabrik Batik Betawi Eka Jaya di Karet Tengsin misalnya, terpaksa harus diutup karena dianggap mencemari Kali Krukut,” kata Emma.

H. Irwan Syafii (80) membenarkan adanya industri rumahan batik di Karet Tengsin, Pejompongan, Benhil, Kebon Kacang sampai Palmerah.

"Saya melihat sendiri batik itu dibuat oleh keluarga-keluarga Tionghoa di Karet Tengsin,” ujar warga Karet Gusuran, Setiabudi, Sudirman ini.

“Pekerjanya rata-rata orang asli kampung sini. Mereka menjual produksinya ke Pasar Tanah Abang sambil membeli bahan kain untuk memproduksi batik berikutnya, saya melihatnya, tapi saya tidak tahu apa-apa soal motif, corak dan jenis batik,” katanya.

Mpok Nonon (55) istri kedua Bang Uci menyatakan hal senada. Waktu dia bekerja di salon kecantikan dan rias pengantin tahun 1980-an masih ada warga Tionghoa yang membuat batik di Karbela (Karet Belakang), di kawasan Kuningan sekarang.

"Saya sering dipanggil untuk merias di rumah-rumah mereka, dan saya melihat orang mencanting, menjemur atau mencuci batik di halaman mereka yang luas,” katanya.Kini, kata Mpok Nonon, rumah-rumah keluarga Tionghoa pembuat batik tersebut bisa ditandai dari halamannya yang luas, berpagar hitam dari seng tinggi.

“Umumnya rumah-rumah mereka sudah dijual dan menunggu pembangunan oleh pemilik baru,” katanya.

Sejatinya Batik Betawi memang sudah diproduksi sejak Betawi masih disebut Batavia. Motif yang paling lama waktu itu adalah peta Nusa Kelapa yang termaktub dalam peta Ceila karya Pangeran Panembong pada masa pemerintahan Prabu Siliwangi (1482 – 1521). 

Dari situ diketahui bahwa nenek moyang orang Betawi menyebut kampung halaman mereka Nusa Kelapa.

Ridwan Saidi, Budayawan Betawi dan pencipta massal 24 motif Batik Betawi, KRT Daud Wiryo Hadinegoro, mengatakan Batik Betawi sudah dikenal sejak lama. 

Serat Siksakanda yang ditulis tahun 1518 dan ditemukan oleh Raden Saleh pada paruh kedua abad ke-19, telah menyebut-nyebut Batik Betawi dan pengembangnya diduga istri pertama Raden Saleh sendiri yang waktu itu sudah menjadi pengusaha batik di Karet.

Sebuah foto orang sedang membatik cap di Pasar Tanah Abang antara tahun 1920 – 1930 koleksi Tropen Museum Belanda bisa dilihat di Wikipedia

Namun tidak diketahui pasti apakah batik yang sedang dikerjakannya Batik Betawi atau bukan, karena menurut Helen Ishwara dkk, dalam buku Batik Pesisir Pusaka Indonesia Koleksi Hartono Sumarsono, Batavia, Semarang dan Surabaya sudah menjadi pusat perdagangan batik sejak 1800.

Emma Amalia Agus Bisrie sendiri memiliki banyak koleksi Batik Betawi yang disebutnya Batik Batavia. 

Rata-rata produksi tahun 1930-an, terdiri dari sarung, kain panjang, selendang, kain gendongan anak dan kemben. Koleksi itu bisa dilihat di Museum Tekstil Tanah Abang atau di bukunya Koleksi Batik Antik Nusantara (1891 – 1941).

Menurut Emma, Batik Betawi sering dipadukan dengan kebaya panjang. Batik Betawi ini dibuat di atas bahan kain panjang atau kain model buketan atau kain Pan Selen (dari Van Zuylen). 

Jenis dan motif batiknya juga disebut macam-macam seperti jawa hokokai, kain VOC, pagi sore dan lain-lain, sedangkan warna motifnya, kata Emma umumnya cerah.

Kemudian, sayang tak disebutkan tahun pastinya, menurut Rudy Hartono, Staf Bidang Pelestarian Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB), sebuah sanggar Batik Betawi pernah berproduksi di Cakung, Jakarta Timur, tapi karena limbahnya mencemari sungai, sanggar itu ditutup. 

Sanggar itu menurut Rudy sangat besar kontribusinya pada eksistensi Batik Betawi saat itu, karena mereka berhasil mengembangkan motif-motif yang menggambarkan kehidupan sehari-hari Orang Betawi.

Tahun 2010, seorang anak Betawi yang pernah bersekolah di Semarang Jawa Tengah dan mempelajari batik di tempat pengolahan batik milik bibinya sampai menjuarai Lomba Mencanting Se-Jawa Tengah, mengembangkan usaha batik di Desa Segara Jaya, Kecamatan Taruma Jaya, Marunda, Bekasi. 

Wanita itu, Ernawati, mendirikan usaha yang dinamainya  Batik Seraci dan khusus memproduksi Batik Betawi. 

Produk Batik Betawi Seraci tak sebatas pakaian saja, tetapi juga tas, sepatu dan sandal. 

Produk kreatif ini sudah dikenal luas di mancanegara karena Ernawati memasarkannya secara online, selain membuka gerai di Thamrin City, Tanah Abang dan Jl. Danau Tondano, Pejompongan, dibantu asistennya Ismoyo W Bimo.

Apa kekhasan Batik Betawi? Bahannya sama saja dengan bahan-bahan batik yang selama ini dikenal luas karena sama-sama berasal dari Pekalongan, Solo, Cirebon, Lasem, Madura, Tasik, Jepara dan sentra Batik Jawa lainnya. 

Yakni jenis kain yang banyak dipakai untuk bahan batik pada umumnya,  seperti katun prima, katun primisima, katun tenun, santung baby, dobby, ATBM, sutera super, dan lain-lain. Yang membedakannya adalah motif dan warna.

Daud Wiryo Hadinagoro, salah seorang perancang Batik Betawi mengatakan dalam Seminar Batik Betawi di Museum Tekstil Juni 2009 ciri khas Batik Betawi adalah warnanya yang menyolok seperti jambon dan hijau muda. 

Musa Widyaatmodjo, perancang batik lainnya, mengutarakan hal yang sama. Menurut Musa warna Batik Betawi itu ngejreng seperti hijau, merah dan kuning.

Warna ungu dan orange (jingga) juga banyak digunakan. Ini disebabkan karena Batik Betawi sangat dipengaruhi Kebudayaan Cina.

Motifnya juga memperlihatkan sentuhan Budaya Cina seperti barongsay, burung hong, gigi naga, perayaan imlek, cap go meh. Namun karena Budaya Betawi juga dipengaruhi Budaya Arab, India, Belanda, dan Portugis, motifnya makin kaya.

Sebutlah misalnya motif gringsing yang sudah dikenal luas sejak abad ke-14, atau motif ciliwung, sungai yang telah menjadi rebutan Belanda, Portugis, Inggris sejak abad ke-16. 

Ada lagi motif kehidupan sehari-hari seperti pertanian, kesenian dan permainan, serta perayaan hari-hari besar—ulang tahun Jakarta atau hari-hari besar Islam–seperti tanjidor, ondel-ondel atau tasbih.

Ernawati mengatakan dia telah mengembangkan lebih dari 200 – 300 motif sejak 2 tahun silam. 

Di antaranya ondel-ondel, si pitung, pitung kompeni, sabuk si pitung,si pitung sedakep, si pitung silat, rumah si pitung, masjid alam si pitung, tugu monas,abang-none, ngangon kebo, lumbung padi, demenan, nandur padi, ngluku, nglajo, kromong, nyebar padi, numbuk, padi, ngibling, klasik, parang klasik, sandal bakiak, nyero, baritan, njala ikan, pucuk rebung, burung dara, lumpang (alu), main lurus, main lurus kombinasi tumpal, nyero, marunda, nyabut padi, demprak, jakarta islamic centre, pengantin betawi,dan lain-lain.

Sebagian merupakan motif yang sudah ada, sebagian lagi digalinya dari literatur Betawi tempo doeloe, juga dari berbagai kisah yang pernah didengar atau dilihatnya.

Secara umum para desainer Batik Betawi mengambil motif dan corak dari apa yang ada di sekitar lingkungan mereka. Suwarti Kartiwa mengatakan aliran Batik Betawi adalah batik pesisiran. 

Anehnya tak ada motif  batik ini yang menggambarkan kehidupan nelayan seperti perahu, caping, jala, ikan, burung camar, tanaman pantai atau laut. 

Satu-satunya motif pantai adalah yang menggambarkan seorang noni Belanda duduk bersantai di bawah pohon kelapa. Lainnya tidak ada.

Akankah Batik Betawi bisa bangkit lagi di Tanah Abang atau Jakarta? Kemungkinan besar bisa karena, meskipun menurut pengurus Keluarga Batik Betawi (KKB) Shanda Candradini, produsen Batik Betawi hanya ada 10 orang yang tersebar di Marunda, Kemayoran, Rawamangun, Gandaria, Terogong, dan Muara Tawar, Pemda DKI sudah berkomitmen mengembangkan batik ini. 

Gubernur Jakarta waktu itu, Jokowi menjanjikan penggunaan gedung UMKM di Thamrin City untuk showroom sekaligusworkshop  Batik Betawi. 

Satu lokasi di Marunda, dekat Kantor Walikota Jakarta Utara, juga disediakan untuk workshop Batik Betawi.

Kebijakan Jokowi yang mewajibkan para PNS di lingkungan Pemda DKI untuk mengenakan busana khas Jakarta pada hari-hari tertentu, juga akan berdampak konstruktif bagi masa depan Batik Betawi.

Museum Tekstil juga aktif memberikan pelatihan membatik dan pernah menyelenggarakan Pameran Batik Betawi pada ulang tahun Jakarta ke-482 tahun 2010. 

Museum  ini juga menyimpan berbagai koleksi batik khas Betawi sumbangan Yayasan Sirih Nanas pimpinan H. Emma Agus Bisri. Sejak Januari 2010, Emma telah menyumbangkan busana, kain batik, dan perlengkapan tempat sirih Betawi ke Museum Tekstil.

Menurut Emma, batik yang menjadi kegemaran orang Betawi bermotif pucuk rebung, bercorak pesisiran, dengan warna-warna cerah seperti merah, biru, ungu, hijau muda, kuning, dan oranye. 

Pucuk rebung kemudian menjadi motif terpopuler dan dianggap memiliki akar budaya Betawi paling kental. 

Motif ini menjadi seragam wajib None Jakarta sejak 1970-an karena dianggap sudah lama ada dan dikenal masyarakat Betawi.

Ciri khas lainnya menonjolkan motif tumpal, bentuk geometris segitiga yang memagari bagian kepala kain dan badan kain. 

Saat dikenakan, tumpal harus ada di bagian depan. Motif burung hong, menggambarkan pengaruh Tionghoa, juga menjadi ciri khas lain dari batik Betawi.

Menurut Emma, perhiasan Betawi umumnya terbuat dari emas, perak, intan, dan berlian. Perhiasan paling mewah adalah perhiasan kepala pengantin perempuan. 

Perhiasan cadar kepalanya yang hampir seluruhnya terdiri dari emas, intan, dan berlian itu terdiri dari kembang goyang, rumput, empat leher dan kepala burung hong, kembang tegak, tusuk lam, paku, serta kerabu atau anting panjang. 
Perhiasan berikutnya adalah kalung tebar, punding (ikat pinggang) bermotif burung bondol dan merak, serta gelang ular kepala dua.
”Burung hong, pengaruh China, adalah simbol kecantikan dan kesucian, burung bondol simbol pribadi orang Betawi, sedangkan burung merak adalah simbol kecerdasan dan kegesitan perempuan elok.

Ular kepala dua simbol kewaspadaan,” jelas Emma. Prianya menggunakan perhiasan rantai berkuku macan dan cincin akik.

Menurut Emma, mempelai perempuan yang menikah biasanya memakai songket Palembang atau Padang. ”Pada acara resepsinya mempelai perempuan memakai baju besar dengan rok warnah cerah serta manik-manik,” paparnya.